Kategori

agama (3) artikel (4) bandung (6) indonesia (4) informasi (7) jurnalisme (2) know (13) Lowongan (3)
Let Me Tell
free counters

Jumat, 26 Oktober 2012

Takada Ahmadiyah, Takada FPI, Takada Lagi Kekerasan!

Lagi lagi kekerasan yang mengatasnamakan agama terjadi. Aktornya pun sudah dapat dipastikan tiada lain dan tiada bukan adalah salah satu ormas pembela agama terbesar di Indonesia, ya FPI dan korbannya adalah sang minoritas Ahmadiyah. Entah apa yang ada di benak FPI berniat membela Islam menumpas ke kafiran dalam Islam tapi dengan cara yg selalu saja tidak mengenakan, ujung-ujungnya pasti ada keributan. Ah padahal Nabi kita tak pernah mengajarkan untuk bertindak ringan tangan sekalipun itu dengan orang-orang kafir.

Peristiwa kali ini terjadi di Bandung membuat hati saya pelu bukan kepalang, masjid Ahmadiyah yg ketika itu sedang mengemakan suara takbir pada malam hari menjelang Idul Adha 1433 H tiba-tiba saja di hampiri oleh FPI dan meprotes kegiatan mereka. Haduh orang Takbiran kok dilarang ya?? Setelah berdiskusi beberapa lama di Mapolsek Astanaanyar kedua pihak pun mengalami jalan buntu.

Seperti yang dilansir oleh viva.co.id Utep seorang wali laskar FPI menjelaskan, karena proses negosiasi buntu tersebut, akhirnya dia memutuskan kembali ke masjid. "Saya sendiri yang merusak kaca lantaran ada oknum dari pihak Ahmadiyah yang mengancam saya menggunakan stand microphone, sehingga saya tersulut amarah," katanya. (lihat: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/362562-lempar-masjid-ahmadiyah--ini-penjelasan-fpi)

Sabtu, 20 Oktober 2012

"Haram" Menghalangi Kerja Jurnalis

Insan pers kembali mengigit jemari kebebasannya ketika upaya untuk meliput jatuhnya Hawk 200 di Kampar, Riau, beberapa waktu lalu dihalang-halangi oleh oknum TNI AU dengan cara-cara fisik bahkan sampai mencekik dan merampas perlengkapan para jurnalis yang sedang bertugas. Reformasi kembali menjadi sebuah ironi bukan? Para jurnalis pun geram dibuatnya, walaupun kemudian oknum TNI yang berbuat kasar tersebut pun meminta maaf beberapa hari kemudian tapi hal tersebut mesti diantisipasi mengingat ternyata banyak tindak kekerasan terhadap jurnalis dilakukan oleh oknum-oknum "alat negara". Hal ini mengingatkan kembali masa kelam pers dan media dalam dominasi aparat pemerintah ketika rezim Soekarno berkuasa selalu menjadikan alasan kepentingan sekuritas sebagai tolak ukur dalam "menghakimi" orang-orang yang dianggap bersalah.

Sungguh tak terbayangkan bila kasus tersebut dianggap sepele oleh pemerintah dan TNI, dikhawatirkan tindak impunitas akan marak terjadi dalam berbagai kasus selanjutnya. Kita ingat Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin, jurnalis Harian Bernas Yogyakarta yang diserang orang tidak dikenal pada 13 Agustus 1996 dan akhirnya ia meninggal tiga hari kemudian. Polisi mengajukan Dwi Sumadji sebagai tersangka, kendati keluarga Syarifuddin yakin Dwi Sumadji bukan pelakunya. Pengadilan Negeri Bantul membebaskan Dwi Sumadji yang terbukti tidak bersalah, namun polisi tetap tidak mau mencari tersangka baru.Sejak kejadian tersebut hingga tahun 2011 Aliansi Jurnalisme Indonesia (AJI) mencatat hanya ada satu kasus saja yang bisa ditangani dengan baik oleh kepolisian yakni pembunuhan terhadap Prabangsa, jurnalis Radar Bali. Setidaknya dalam laporan terakhir AJI menyatakan ada sembilan kasus impunitas yang terjadi hingga tahun ini. (baca: http://ajiindonesia.or.id/read/article/seminar/81/diskusi-praktik-impunitas-terhadap-pembunuh-.html)

Iklan

Search and download it!

Berita terkini

wibiya widget