Kategori

agama (3) artikel (4) bandung (6) indonesia (4) informasi (7) jurnalisme (2) know (13) Lowongan (3)
Let Me Tell
free counters

Senin, 02 Januari 2012

Media dan Bocah-bocah

Oleh : Indra Abdurohim
(seorang penjaga warnet)

Seorang anak membuka akun Facebook-nya
             Membicarakan media tentu merupakan hal yang sudah tak asing baik di mata maupun dalam indra visual di keseharian kita. Media bagaikan seorang kekasih yang intim memadu informasi bagi khlayak, begitu setia memberikan berita  update setiap hari. Tak hanya itu, ia pun begitu memanjakan kita dengan berbagai sarana dari mulai program-program hiburan di Televisi hingga video berbau serampangan di internet.
Media khususnya internet menjadikan semua hal tersebut terasa begitu mudah untuk diakses, mulanya memang media yang memiliki perkembangan sarana hiburan, berita dan informasi yang cepat ini memberikan dampak positif bagi khalayak banyak. Namun kemudian apa yang terjadi? media yang bebas nilai itu cukup membuat gemas dan cemas orang banyak terutama para orang tua. Mereka khawatir anak mereka menjadi ketergantungan oleh apa-apa yang disuguhkan media maya.
Media maya seolah menjadi momok monster mengerikan bagi orang tua, karena cukup sulit untuk diabaikan oleh bocah-bocah generasi sekarang. Media maya seolah menjadi morphin dikehidupan interaksi sosial, padahal mereka adalah anak-anak yang baru saja mengenyam pendidikan sekolah dasar. Ya, mereka hanyalah bocah-bocah yang sedang tinggi hasrat ingin tahunya saja. Namun hal inilah yang menjadikan bocah-bocah tersebut berbeda dengan generasi sebelumnya, wajah bersosial mereka jauh berubah : akrab dengan games online, facebook, youtube, hingga berbagai hal lainnya yang tak banyak content-nya bersifat kasar dan “xxx”.
Maka akibatnya Bocah-bocah yang dalam masanya masih gemar dengan sikap duplikasi itu akan dengan gamblang meniru segala tindak tanduk yang dilihatnya, yang mereka anggap “keren” atau “lucu”. Coba perhatikan bagaimana mereka berinteraksi sesama teman sebayanya, perkataan “kebun binatang” sering terdengar menggesek telinga bukan? Oleh sebab itu tak heran bila belakangan banyak terjadi berita mengenai penganiyaan anak oleh teman-temannya sendiri, seperti yang telah dialami seorang siswi kelas 1 SD Quntum yang dianiaya oleh seniornya kelas 4 pada oktober 2011 lalu.
Dengan demikian orang tua dituntut harus sigap dalam menangani bocah-bocah mereka, jangan sampai ketinggalan jaman dan berpikir kolot dalam menangani proses pergaulan bocah-bocah tersebut. Disinilah perlu ditanamkan rasa melek media yang sehat untuk bocah-bocah agar mereka bisa memisahkan berbagai informasi dan cara bergaul diantara sebayanya dengan baik, sehingga proses pendewasaan dini tidak terjadi.
Mungkin banyak yang belum menyadari bahwa mengkategorikan bocah-bocah (termasuk remaja) sebagai sebuah konseptual yang berbeda belumlah lama. Seperti halnya dinyatakan Dennis dan Pease dalam bukunya Children and the Media (New Jersey: Transaction):[1]
While children are mentioned in the Bible and in the writings of Plato, the idea that they ought to be protected catered to and nurtured is a fairly recent notion in public discourse. That they are a constituency of the media in all of its functions—news and information, opinion, entertainment and marketing—is itself rather revolutionary (1996: xxi).
Anak-anak generasi penerus bangsa ini memang harus dilindungi dengan baik oleh pendidikan yang tentunya memerlukan support pemerintah. Bahkan bila dianggap perlu Dinas Pendidikan memasukan mata pelajaran media agar mereka dapat melek dengan benar. Bila hal ini tidak dilakukan maka dikhawatirkan anak hanya akan menjadi target audiens yang empuk bagi berbagai fasilitas ataupun produk yang ditawarkan di dunia online.
Media sosial pun menjadi ancaman tersendiri ketika hal tersebut tidak dapat terpenuhi. Seperti yang telah diteliti di Eropa. Dari 14 (media sosial) yang diuji, hanya dua (Bebo dan MySpace) yang memiliki kontrol yang diperlukan agar “orang asing potensial” tidak bisa mendapatkan akses. Pihak berwenang di Brussels mengatakan, jumlah anak-anak yang menggunakan internet dan berlangganan ke situs jaringan sosial tumbuh. Saat  ini 77 persen dari anak usia 13 hingga 16, dan 38 persen dari mereka berusia 9 sampai 12, aktif ke situs jaringan sosial.[2]
Dalam hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa selain dari Bebo dan Myspace 12 lainnya (termasuk facebook)  tidaklah aman bagi anak-anak, padahal situs pertemanan ini sedang menjadi trend di Indonesia yang didaulat menjadi rangking ke-2 dunia pengguna facebook setelah Amerika versi socialbakers.com

Budaya melek media kini seharusnya tak lagi hanya di canangkan untuk para mahasiswa, pegawai, guru, PNS, dan orang dewasa lainnya yang memiliki kebutuhan akan tetapi juga harus di sisihkan untuk bocah-bocah seusia sekolah dasar yang memiliki kepentingan entah itu karena pembelajaran ataupun sekedar bermain game online. Hal tersebut demi menciptakan generasi penerus yang cerdas memanfaatkan media bukan malah menjadi korban media.
Sebagai umat muslim dalam mendidik anak ada sebuah hadits yang menjadi sebuah landasan, yak bilamana manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: (1) sedekah jariah; (2) ilmu yang bermanfaat; (3) anak shalih yang mendoakannya. (HR al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud). J

0 komentar

Posting Komentar

Iklan

Search and download it!

Berita terkini

wibiya widget