Kategori

agama (3) artikel (4) bandung (6) indonesia (4) informasi (7) jurnalisme (2) know (13) Lowongan (3)
Let Me Tell
free counters

Senin, 25 Oktober 2010

Sistem Komunikasi politik

1. Komunitas Politik
Community vs Society
Community atau komunitas berkaitan dengan pengelompokan manusia yang diikat oleh kesamaan ikatan yang bersifat emosional (emotional attachment), misalnya Ummat Islam, Paguyuban Warga Pacitan, Kekerabatan Orang Melayu, dsb.
Society yg juga berarti masyarakat, berkaitan dengan pengelompokan manusia yang diikat oleh kesamaan ikatan yang bersifat material atau fisikal (material attachment), misalnya: Masyarakat Kota, Warga Kampung Bugis, Masyarakat Kampung Baru, dsb.
Perbedaan taraf kemajuan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.
Masyarakat politik yg berkembang:
•Makin banyak jenis tantangan yang dihadapi masyarakat, makin banyak fungsi-fungsi baru yang harus dijalankannya, maka makin beraneka ragam pula struktur atau lembaga yang diciptakan untuk menangani fungsi-fungsi itu.
•Yang menjadi pusat perhatian kita dalam mempelajari perkembangan masyarakat politik ini adalah diferensiasi struktural yang berkaitan dengan penyelesaian konflik. Bagaimana masyarakat menciptakan struktur-struktur baru untuk menyelesaikan konflik secara lebih efektif?
•Karena, konflik umumnya terjadi terutama pada saat masyarakat harus membagi hasil atau perolehan kerja bersama.
•Dalam politik kita mengenal tentang pengalokasian nilai-nilai yang otoritatif, sebagaimana dikemukakan oleh David Easton.

Minggu, 22 Agustus 2010

Satu Masjid, Dua Jamaah


By Nurlis Effendi

Berbeda pandangan boleh saja, kerukunan adalah yang utama. Semangat seperti ini tercermin di Masjid Agung Surakarta, Solo, Jawa Tengah. Masjid yang berdiri bersamaan dengan Keraton Kasunanan Surakarta ini sangat menjunjung tinggi nilai pluralisme. Bisa dilihat dalam pelaksanaan shalat tarawih.

Dibawah atap masjid itu terdapat dua jamaah, masing-masing menjalankan shalat tarawih 11 rakaat dan 23 rakaat. Alhasil di dalam masjid itu ada dua imam untuk dua jamaah ini.

Keunikan ini bisa dilihat di setiap jamaah menunaikan salat tarawih di bulan ramadan. Sebetulnya saat salat isya, jamaah masih bersatu shalat di ruang utama masjid dipimpin oleh seorang imam. Mereka berbaris rapi di dalam shaf. Ada yang menggunakan celana panjang, dan ada pula yang sarungan. Di barisan paling belakang jamaah perempuan.

Usai salat empat rakaat, sebagian jamaah melaksanakan salat sunat ba’diyah isya. Namun, ada juga serombongan jamaah yang bersarung bergegas meninggalkan ruang utama masjid, mereka pindah ke sebelah utara ruang utama.

Setelah jumlah jamaah terlihat cukup, maka pintu penghubung antara ruang utama masjid, peninggalan Pakubuwono IV, ini dengan ruang sebelah pun ditutup rapat. Samar-samar terdengar suara imam yang hendak memulai shalat tarawihnya. Jamaah 23 rakaat lebih dulu melakukan shalat tarawih.

Sejarah Kebudayaan Islam

Oleh: Indra Abdurohim
Pendahuluan
Manusia merupakan satu-satunya makhluk Allah yang diberikan karunia dengan akal, maka dengan memiliki kekhususan tersebut manusiapun diberikan kemampuan dalam menganalisis suatu hal dalam kehidupannya. Maka dari itu pada kaitannya manusia tidak mungkin terlepas dari yang namanya sejarah, karena dengan sejarah tersebut manusia dapat belajar dan menganalisis kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu. Sejarah merupakan cerminan dari kehidupan masa lalu kita dan dapat dijadikan sebagai bahan instropeksi diri. Begitu pula dengan sejarah peradaban Islam yang merupakan alat untuk mempelajari kejadian yang terjadi di masa lalu ataupun sebagai acuan untuk lebih dapat memajukan Islam daripada sebelumnya.
Peradaban Islam merupakan kajian yang sangat luas. Seperti yang dijelaskan dalam makalah ini, bahwa peradaban Islam sangat erat kaitannya dengan kebudayaan tetapi tetap merupakan dua hal yang berbeda. Dalam kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang pengertian dan ruang lingkup sejarah peradaban Islam, akan dijelaskan lebih terperinci dalam makalah ini.

Minggu, 15 Agustus 2010

Westerling: Pembantaian, Kudeta, dan Kegagalan

“Orang Belanda sangat perhitungan, satu peluru harganya 35 sen, Sukarno harganya tidak sampai 5 sen, berarti rugi 30 sen yang tak dapat dipertanggungjawabkan.”
(Raymond Piere Paul Westerling “de Turk”)

Kelahiran

Di kota pinggiran Pera, Istanbul, Turki sekitar 90 tahun yang lalu atau tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1919, seorang bayi lahir dari pasangan dealer barang antik Belanda bernama Paul Westerling dan Sophia Moutzou, bayi itu kemudian mereka namakan Raymond Piere Paul Westerling.

Ketika berusia 5 tahun, kedua orang tuanya meninggalkan Westerling. Anak tak bahagia itu lalu hidup di panti asuhan. Frère Adolphe seorang pengajar, yang kemudian mengajar Raymond Westerling ketika itu di Istanbul pada sekolah Prancis Katolik St Joseph. Pada saat itu dia merupakan seorang yang lembut, baik dan santun. selanjutnya Raymond berkembang tidak seperti apa yang Frère Adolphe mungkin harapkan. Ia menjadi terkenal dengan julukan Westerling si “Turki”, seorang tentara profesional yang nekat, kejam dan juga seorang Muslim yang fanatik.

Sebagai seorang lelaki ketika di panti asuhan Westerling terlihat menonjol pada hal-hal yang berbau dengan perang, sedikit banyak terlihat ketika di usianya yang belia ia mulai membaca buku-buku perang.

Kemudian diusianya yang ke 20 Si Turki itu menemukan kesempatan untuk jadi tentara ketika Perang Dunia pecah. Desember 1940, ia datang ke Konsulat Belanda di Istanbul. Westerling dengan tak banyak basa-basi sebagai seorang sipil keturunan Belanda ia pun menawarkan diri menjadi sukarelawan ke konsulat Belanda di Turki. Ia diterima. Negeri Belanda memang membutuhkan relawan pada saat itu mengingat “Kincir angin” sedang diduduki Jerman.

Tapi untuk menjadi relawan Belanda, sebelumnya ia harus bergabung dengan pasukan Australia. Bersama kesatuannya, Westerling ikut angkat senjata di Mesir dan Palestina. Dua bulan berselang ia dikirim ke Inggris dengan kapal. Di sini kesewenang-wenangannya mulai muncul. Ia menyelinap menuju Kanada, melaporkan diri ke Tangsi Ratu Juliana, di Sratford, Ontario. Di situlah kemudian ia belajar berbahasa Belanda.

Setelah yakin dengan bahasa Belandanya Westerling pun masuk dinas militer pada 26 Agustus 1941 di Kanada. Tak berselang lama pada tanggal 27 Desember 1941 dia tiba di Inggris dan bertugas di Brigade Prinses Irene di Wolferhampton, dekat Birmingham. Ketika disana Westerling terpilih masuk dalam 48 orang Belanda sebagai angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni. Melalui pelatihan yang sangat keras dan berat, mereka dipersiapkan untuk menjadi komandan pasukan Belanda di Indonesia. Seorang instruktur Inggris sendiri mengatakan pelatihan ini sebagai: “It’s hell on earth” (neraka di dunia). Pelatihan dan pelajaran yang mereka peroleh antara lain “unarmed combat”, “silent killing”, “death slide”, “how to fight and kill without firearms”, ”killing sentry” dsb.

Minggu, 21 Februari 2010

Your reviews is get bonus for you

This is information to everyone to get a bonus of reviews, survey or opinions. you can get additional income from it. this is LinkFromBlog.com company is established in 2008 and based in the USA in the State of Minnesota. As an American company, we are governed by the American Consumer protection laws and business regulations that keep you safe from false advertising and unsafe products.

Earning money off paid reviews is the easiest way to monetize your blog, allowing you to get revenue very quickly. just register via link below :

Advertise with my Blog

Paid reviews


Follow the instruction, after that you can start your reviews and get additional income from here, you can add your blogspot, wordpress, twitter blog or other. this is easy way to fill your PayPal account. thank you.

Rabu, 27 Januari 2010

Saung Angklung Mang Udjo



Siapa tak kenal angklung sekarang? Seni alat musik khas Jawa Barat ini pasti dapat dikenali langsung oleh banyak orang, bahkan tak hanya oleh masyarakat Jawa Barat seantero Nusantara hingga berbagai Negara pun tentu mengenali ke khasan alat musik yang seluruhnya murni terbuat dari beberapa bilah bambu yang di bentuk dengan unik ini.

Angklung yang khas ini tak pernah bisa terlupakan dari benak masyarakat tatar sunda, nada-nadanya yang indah selalu mengingatkan para rantauan sunda mengingat Bandung. Kini angklungpun sedang bersaing dengan budaya modern yang serba elektronik. Maka untuk menyelamatkan angklung agar tak tergerus oleh liarnya peradaban modern, lahirlah Saung Angklung Mang Udjo. Seni Parahyangan ini memang harus dilestarikan dan diselamatkan agar budaya kita dapat dikenali oleh semua orang yang tak hanya dari masyarakat Jawa Barat saja.

Saung Mang Udjo yang sekarang menjadi salah satu andalan pariwisata Bandung ini, sejak dulu memang mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengangkat seni budaya Bandung, khususnya angklung. Padepokan seni angklung ini yang didirikan oleh Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiati sudah 44 tahun lamanya sejak tahun 1966 berdiri menjadi sebuah sanggar angklung.

Apabila menengok kedalam saung suguhan pepohonan hijau banyak menghiasi, rindang dedaunan hijaunya memberikan kenyamanan yang begitu asri, banyak pohon-pohon bambu yang dengan riangnya memberikan esensi yang khas akan lingkungan sunda yang sangat lekat. Riuh-riuh lantunan sunda kian asik menggiring pikiran mebayangkan budaya sunda dahulu kala. Saung Angklung Mang Udjo menghadirkan betapa dahsatnya aura seni sebuah nada yang dibunyikan oleh angklung.

Banyak sekali pertunjukan yang di gelar pada sanggar yang kini berubah menjadi semacam gedung pertunjukan. Banyak anak yang menari melengak-lenggok kesana kemari menarikan tarian sunda ditemani oleh iring-iringan lagu “Tokecang” dan “Cis Kacang Buncis”, mereka sedang memperagakan “kaulinan barudak”. Ya, tak hanya seni angklung saja yang ada di Saungnya Mang Udjo ini tetapi permainan daerah pun ikut diangkat demi menjaga keunikan dan kelestariannya supaya barudak (anak-anak) sunda tidak melupakannya begitu saja.

Keceriaan barudak yang sedang bermain permainan daerah itu senantiasa hidup selalu meramaikan suasana kampung angklung. Aktifitas mereka merupakan ruh dari Saung Angklung Udjo, sejak berdirinya sanggar sunda ini proses regenerasi seni tradisi dilakukan dengan cara bermain sambil belajar. Di setiap sudut, senyuman dan sapaan anak-anak selalu menemani ketika mengenal suasana Saung Angklung Udjo.

Hamparan musik yang ditampilkan pada pertunjukan angklung sunda pun tak hanya melagukan lagu-lagu daerah tetapi lagu nasional karya Ismail Marzuki pun bisa di mainkan dengan khidmat para pemain angklung. Mang Udjo murid Daeng Soetigna sang Bapak Angklung Dunia ini memberikan banyak perubahan pada kesenian angklung sehingga tak hanya bisa dimainkan untuk musik daerah yang diatonis tapi juga bisa dimainkan untuk berbagai macam lagu. Dan tak hanya itu berbagai kesenian lain dari sunda pun ikut di pertontonkan kepada para turis asing maupun domestik, seperti wayang golek yang dimainkan secara apik dan meyenangkan walaupun dengan waktu yang tak begitu lama, pertunjukan angklung Helaran, serta Arumba (Alunan Rumpun Bambu).

Helaran, kalau anda tahu merupakan sebuah pertunjukan angklung yang dimainkan pada upacara khitanan dan panen padi. Dimainkan dengan nada yang riang untuk menghibur anak yang dikhitan atau merupakan suatu bentuk syukur pada Sang Pencipta atas segala kebesaran-Nya.

Pertunjukan bambu petang yasng rajin digelar pada pukul 15.30 hingga 17.30 ikut meramaikan suasana kehidupan seni di Saung Udjo. Banyak wisatawan yang terhibur mulai dari kalangan tua dan muda, baik domestik maupun turis luar negeri. Banyak turis dari Negeri kincir angin yang bernostalgia disana, mengingat-ingat kenangan ketika dulu di Indonesia.

Tak Cukup sampai disitu, para pengunjung tak hanya di suguhi tontonan-tontonan kesenian saja tapi mereka pun ikut berinteraksi dengan para pemain. Diajaknya mereka menari dan mendendangkan lagu yang di ikuti oleh arahan dari semacam dirijen ketika berupacara. Gelak tawa sering kali terjadi ketika mereka mencoba mendendangkan sebuah not lagu, anak-anak pasundan yang riang ikut membimbing ketika mereka menari dan
bergoyang.

Masjid Agung Bandung


Lebih dari 100 tahun yang lalu, bangunan istana umat Islam di pusat kota Kembang berdiri kokoh. Seperti halnya bayi yang baru lahir, dia tidak begitu saja bisa langsung berjalan apalagi berlari. Semua ada tahapan-tahapan tertentu yang harus dilalui. Begitu pula dengan mesjid yang terletak di pusat Kota Bandung ini. Tidak serta merta bisa kokoh dan nampak indah seperti sekarang.

Dalam riwayatnya, Mesjid Agung Bandung dulu awal dibangun hanya berbalutkan dinding-dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Begitu pula dengan aksesoris mesjid yang lain masih menggunakan bahan-bahan tradisional. Bahkan ada kolam cukup luas yang digunakan untuk berwudhu, sumber air ini pun bermanfaat untuk memadamkan si jago merah yang terjadi di sekitar Mesjid Agung Bandung pada waktu itu.

Sejarah lain mengatakan pembangunan pusat ibadah umat Islam terbesar di Kota Bandung ini “berduet” dengan pembangunan Pendopo Kabupaten Bandung di selatan pusat Kota Kembang ini. Selain itu mesjid ini adalah salah satu elemen pusat kota tradisional waktu negeri ini, di jajah oleh negeri kincir angin yaitu sebagai simbol religiusitas serta sebagai pusat keagamaan kota.

Masyarakat Priangan sangat memanfaatkan mesjid ini sebagai lahan untuk beribadah. Tidak terbatas melaksanakan shalat saja tapi juga aktivitas agama yang lain. Begitu pula yang dimanfaatkan oleh para pengelola mesjid, berusaha untuk bisa memakmurkan tempat ibadah ini dengan berbagai aktivitas seputar Islam. Contohnya adalah menggali potensi masyarakat terhadap Al-Quran dengan mengadakan pengajian, ataupun memperingati hari-hari besar umat Islam.

Mesjid Agung ini juga sering disebut Bale Nyungcung (Bale: tempat pertemuan masyarakat, nyungcung: lancip). Dikatakan seperti itu, karena bentuk atapnya yang lancip (nyungcung) seperti gunungan. Menurut catatan sejarah, mesjid yang bertempat di Alun-Alun Bandung ini berhadapan dengan Bale Bandong yang berfungsi sebagai tempat pertemuan tamu kehormatan Kabupaten Bandung.

Sama seperti halnya kantor lembaga biasa, mesjid ini pun memiliki struktural kepengurusan agar tata tertib dan kemakmuran mesjid lebih terjaga. Karena ketekunan para teknokrat masjid dalam melaksanakan amanahnya, syi’ar dan kemakmuran rumah Allah ini senantiasa terpancar ke setiap penjuru kota kembang.

Karena mengikuti arus zaman, pusat ibadah ini pun mengalami metamorfosis dalam perwajahannya. Mulai dari bongkar pasang bangunan mesjid sampai perombakan di sekitarnya agar lebih luas. Beberapa ornamen masjid dibuat lebih menarik dengan gaya khas Priangan.

Meskipun demikian, bangunan mesjid tidak luput dari wajah tradisional Sunda dari bentuk mesjid sampai aksesoris yang terpajang pun menyampaikan bahwa seni Sunda tidak akan pernah hilang meskipun tergiring ombak perubahan zaman menjadi lebih modern. Di tahun-tahun berikutnya, Mesjid Agung dilengkapi dengan serambi depan dan sepasang menara yang tidak begitu tinggi dengan tutup menara dibuat tumpang susun di kiri-kanan bangunan.

Mesjid yang juga dijuluki “Kaum Bandung” ini terus mengalami pembedahan bangunan. Perubahan drastis tampak pada atap mesjid, atap mesjid tumpang susun yang dipakai dari awal mesjid ini terbentuk, kini diubah menjadi kubah model bawang bergaya Timur Tengah. Lalu dibangun menara tunggal yang berdiri tegak di halaman depan mesjid. Masa demi masa telah dilalui, seiring bergulirnya perubahan perkembangan kota yang terkenal dengan oncomnya ini, kini Masjid Agung pun menjadi pusat pendidikan Islam serta pusat kesehatan masyarakat.

Kemakmuran mesjid yang pernah menjadi tempat pertemuan besar seperti Konferensi Asia Afrika ini semakin nampak jelas. Kumandang takbir yang berkoar-koar memanggil umat Islam sekitar sana untuk segera menunaikan ibadah shalat terdengar sangat lantang. Gemuruh orang-orang yang menuntut ilmu dari anak-anak sampai kakek-nenek berkumpul disana. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekitar pun tak terelakan. Kini Masjid Agung memiliki multi fungsi, bukan hanya sebagai sarana ibadah saja.

Gema tausiyah yang disampaikan oleh para da’i bukan hanya dapat didengar oleh para jama’ah yang hadir di tempat, tetapi juga dengan mengudara melalui media elektronik seperti radio. Sehingga masyarakat juga dapat mendengarkan ceramah melalui radio.
Setelah adanya pelantikan pemimpin baru Jawa barat pada waktu itu, Mesjid Agung dibedah total. Beberapa tubuh mesjid yang sudah tidak digunakan diwakafkan kepada mesjid-mesjid yang ada di Kota Peuyeum (tape singkong) ini. Tanpa tinggal diam, Gubernur Jawa Barat yang baru itu langsung mengerahkan pasukan untuk merombak kembali Mesjid Agung. Untuk tahap pertama yaitu, pembuatan bangunan yang menjulang tinggi serta dibuatnya jalan penghubung antara Mesjid Agung dengan pusat kota. Pembangunan itu memakan biaya puluhan juta rupiah.

Perombakan itu membuat wajah mesjid semakin modern. Lantai mesjid kini sudah bertingkat, semua bahan pembuatan bangunan yang terbuat dari bata dan beton, ornamen menara yang dilapisi logam, atap kubah model bawang yang diganti dengan model joglo. Namun, atap tradisional mesjid diganti dengan kubah, sehingga kesan bangunan mesjid akan lebih mudah dikenali.

Perubahan ini semakin memberikan kesan modern yang kini telah menguasai arus zaman hingga mesjid pun tak luput dari korban modernitas. Meskipun demikian, bangunan baru ini dapat menampung ribuan orang, selain itu terdapat ruangan khusus untuk meminjam ataupun membaca buku bagi para pengunjung mesjid.

Perlu diketahui pula, bahwa Presiden pertama RI pun pernah berkontribusi dalam perombakan Mesjid Agung Bandung. Namun beberapa tahun setelah kemerdekaan RI, perwajahan Mesjid Agung sungguh sangat memprihatinkan. Dinding mesjid saat itu di penuhi ornamen batu granit serta pintu gerbang yang dikerangkeng besi.

Perubahan itu membuat tempat ibadah terisolasi. Di tambah dengan hiruk pikuk pertokoan yang dari tahun ke tahun semakin menghimpit mesjid bersejarah ini. Beberapa puluh tahun kemudian, di tangan seorang arsitek, mesjid ini mengalami kembali perubahan yang cukup signfikan. Yaitu dengan diperluasnya beberapa pijakan kaki mesjid serta me-reshuffle beberapa bangunan.

Hingga akhirnya renovasi besar-besaran ini mengundang perhatian tokoh besar Jawa Barat. Maka beliau mengadakan pertemuan dengan beberapa pasukan yang turut andil dalam pembangunan mesjid untuk merubah nama Mesjid Agung menjadi “Mesjid Raya Bandung Jawa Barat”. Proyek renovasi ini memberikan nuansa baru dengan dibangunnya dua menara kembar dengan ukuran ketinggian yang melambangkan asma Allah SWT. Bangunan yang mejulang tinggi ini juga dimanfaatkan untuk kepentingan komersial, telekomunikasi dan obyek wisata.

Iklan

Search and download it!

Berita terkini

wibiya widget