Kategori

agama (3) artikel (4) bandung (6) indonesia (4) informasi (7) jurnalisme (2) know (13) Lowongan (3)
Let Me Tell
free counters

Kamis, 16 April 2009

Indonesia Punya Mobil

Setelah 64 tahun merdeka, akhirnya Indonesia bakal punya mobil sendiri. Tantangan terbesarnya pada proses pengecoran mesin.

Bentuknya seperti mobil mini keluaran Jepang atau Korea. Bahkan lebih gagah. Dengan lampu depannya yang besar dan ventilasi mesinnya yang mirip lokomotif, ia seperti seekor capung. Meski, sayangnya, interiornya tidak seindah penampilan luar. Kabin mobil yang muat lima
orang dewasa—dua di depan, tiga di belakang—ini kelihatannya diselesaikan dengan tergesa-gesa, masih harus dipoles di sana-sini.

Inilah cikal-bakal mobil idaman Indonesia sejak dulu: mobil buatan negeri sendiri. Namanya GEA, singkatan dari Gulirkan Energi Alternatif. Untuk sebuah mobil, ini nama yang terdengar aneh. Tapi mobil ini memang memakai mesin yang pada awalnya dikembangkan untuk kendaraan dengan bahan bakar alternatif (lihat ”Dapur Pacu dari Dapur Sendiri”).

Rupanya, mesin 500 cc dengan dua silinder untuk pedesaan itu tangguh dipakai di kota. Departemen Perhubungan sudah memberikan lampu hijau untuk produksi massal. Sebelumnya, GEA juga telah lulus uji kelaikan jalan. Nah, rencananya mobil itu sudah akan dijual akhir tahun ini. Harganya sedikit di atas harga satu motor Kawasaki Ninja 4 tak.

Sudah banyak mobil yang diklaim sebagai ”mobil nasional”. Setidak­nya, istilah ini sudah ramai disebut sejak keluarnya sedan Timor, mobil yang belum ”seratus persen Indonesia”. GEA berbeda. Semua komponennya buatan dalam negeri, kecuali karburator. ”Jadi memang baru 98 persen, karena komponen pengatur asupan bensin itu masih kami impor,” ujar Nyoman Jujur, Ketua Riset Unggulan Strategis Nasional Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Nah, agar mobil ini sera­tus persen Indonesia, Pusat Teknologi Material di badan itu sedang mengembangkan teknologi electro­nic fuel injection (EFI) sebagai pengganti karburator impor. Peranti lunak untuk EFI sudah dibuat, tinggal hardware-nya. Rencananya, pembuatannya
bakal dipandu ko­mputer. ”Dengan cara mekanik, pengaturan lubang EFI harus dibor sedikit demi sedikit, sedangkan dengan komputer bisa lebih detail sehingga pengapian jauh ­lebih baik,” kata Nyoman Jujur.

Menurut Nyoman Jujur, GEA merupakan hasil karya gotong-royong. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mendapat tugas membangun mesin mobil yang ditujukan sebagai city car ini. Soal rangka dan bodi GEA, pemerintah menyerahkannya kepada PT Industri Kereta Api (Inka).

Pabrik kereta api di Madiun, Jawa Timur, itu memang memiliki pengalaman dalam membuat bodi mobil. Inka bahkan pernah membuat mobil Kancil. Sayang, mobil pengganti bajaj yang dipesan PT Kurnia Abadi Niaga Citra Indah Lestari pada 2003 itu gagal di pasaran. Padahal PT
Inka sudah memproduksi 40 ribu unit mobil ini.

Kepala juru bicara INKA, Fathoer Rosyid, menjamin GEA bakal lebih baik dari­pada Kancil. Terbuat dari bahan serat gelas yang alot dan tahan karat, kabinnya akan dilengkapi sistem penyejuk udara. Ada pula seperangkat sistem audio. Speaker-nya ditempatkan di dekat jok
belakang. Ruang di belakang jok itu difungsikan sebagai bagasi.

Karena mobil dengan diameter ban berukuran 13 inci ini merupakan mobil mini, dashboard-nya didesain minimalis. Panel kecepatan diletakkan di bagian tengah. Ini membuat informasinya bisa dipantau dari semua tempat duduk. Tak banyak yang ditampilkan dalam panel tersebut. Hanya
ada jarum penunjuk kecepatan serta indikator bahan bakar, temperatur, oli, dan lampu.

Maaf, tak ada power window untuk membuka dan menutup kaca pintu depan. Kaca ini dibuka dengan engkol. Tapi kaca pintu bagian belakang dioperasikan dengan­ mesin dari pintu ke­mu­di.­

Berbeda dengan kebanyakan mobil mini buatan Jepang atau Korea, yang memiliki empat pintu penumpang plus satu pintu bagasi, GEA hanya punya tiga pintu. Satu berada di sisi kemudi dan dua lainnya di samping kiri. Alhasil, untuk menaruh barang di bagasi, Anda harus melakukannya
dari dalam mobil.

Salah satu bagian yang unik di bodi mobil ini adalah ventilasi mesin. Bayangkan lokomotif kereta api. Lubang angin yang dipasang di antara lampu besar depan itu dibuat menyerupai ventilasi mesin lokomotif kereta api. Agaknya Inka tak ingin kehilangan identitas sebagai
pembuat lokomotif.

Sementara lampu depan dibikin besar, lampu belakang dibuat bergaya minimalis. Semuanya ramping dengan tiga susunan lampu berbeda. Masing-masing berwarna kuning, putih, dan merah.

Dalam uji ketahanan mobil selama 100 jam nonstop, GEA sukses besar. Padahal, ujar Nyoman Jujur, kondisi jalan saat pengujian itu dibuat semirip mungkin dengan keadaan sehari-hari. Saat mobil melaju di jalan bebas hambatan, putaran mesin tinggi dikombinasikan dengan beban
rendah. Sebaliknya, pada jalan menanjak dan putaran mesin rendah, beban yang ditanggung di­tinggikan.

Sepanjang uji ketahanan itu, tenaga mesin tetap stabil. Ini artinya dari segi material dan geometri tidak ada masalah pada mesinnya. Selama 100 jam itu, mesin bertahan dengan daya torsi yang stabil dengan rata-rata daya 10,5 kW dan torsi 30 Nm. Saat digeber, prototipe
GEA itu bisa berlari dengan kecepatan maksimum 90 kilometer per jam.

Setelah lolos uji ketahanan, mesin GEA masuk trial production. Tes ini dilakukan di PT Nefa di Tegal, Jawa Tengah, yang berpengalam­an membuat mesin diesel. Targetnya adalah menghasilkan mesin skala produksi dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan prototipenya. Tahun lalu telah dihasilkan lima mesin. Salah satunya dikirim ke Inka.

Kata Nyoman Jujur, hasil uji produksi mesin tak kalah menggembirakan. Jika satu mesin prototipe menghabiskan biaya sekitar Rp 50 juta, saat trial production ongkosnya bisa ditekan hingga Rp 15 juta. Dengan konsep chip and fixture, ujarnya, harganya nanti bisa ditekan lagi
menjadi Rp 8 juta per mesin. Alhasil, ”Wajar kalau nanti harga mobilnya Rp 20 juta dan harga mesinnya Rp 8 juta,” katanya. Mobil Indonesia seharga hanya Rp 28 juta, wow.

Firman Atmakusuma, Akbar Tri Kurniawan, Hari Tri Wasono (Madiun)

Terbuat dari bahan serat gelas yang alot dan tahan karat.

Hanya punya tiga pintu. Satu berada di sisi kemudi dan dua lainnya di samping kiri.
Ruang di belakang jok itu difungsikan sebagai bagasi.

Untuk menaruh barang di bagasi hanya bisa dari dalam mobil.

Diameter ban berukuran 13 inci.

Dilengkapi sistem penyejuk udara. Ada pula seperangkat sistem audio.

Mesin 500 cc dua silinder. Kecepatan maksimum 90 kilometer per jam.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/04/13/ILT/mbm.20090413.ILT130010.id.html
Dapur Pacu dari Dapur Sendiri

Nama mesin GEA itu Rusnas Engine. Rusnas kependekan dari Riset Unggulan Strategis Nasional. Mesin itu memang berkah dari program riset ung­gulan yang disponsori pemerintah tersebut.

Inilah dapur pacu yang pembuatannya memakan waktu kurang-lebih tujuh tahun. Kini mesin itu sudah mendapat sertifikasi laik jalan dari Pusat Penelitian Ilmu Penge­tahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang. Menurut ­Nyoman Jujur, total biaya riset untuk pembuatan mesin ini US$
300-400 ribu (Rp 3-4 miliar). Angkanya terbilang kecil jika dibandingkan dengan dana riset serupa di luar negeri. ”Di sana, untuk menciptakan satu prototipe mesin, dana risetnya mencapai US$ 10 juta,” kata Ketua Riset Unggulan Strategis Nasional itu.

Awalnya, mesin Rusnas diciptakan untuk digunakan di pedesaan, terutama untuk mesin-mesin pertanian. Mesin yang dibuat menggunakan konsep chip and fixture dengan mesin konvensional ini juga diperuntukkan bagi microcar, perahu, dan mobil berbahan bakar gas. Eh, mesin ini ternyata bisa dicangkokkan ke city car GEA.

Disiapkan sejak 2002, hanya dalam setahun mesin Rusnas sudah bisa menyala. Tapi, kata Nyoman Jujur, tantang­an terbesar dalam pembuatan mesin ini memang tidak di situ. ”Persoalan terbesarnya ada pada proses pengecoran logam untuk mesin,” ujarnya.

Proses itu membutuhkan presisi tinggi agar silinder head dan blok mesin sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Ini susah dipenuhi karena bahan baku blok mesin itu logam aluminium yang mudah menyerap gas, mudah keropos, dan tingkat penyusutannya tinggi. Ini tak boleh terjadi karena, ”Di dalam side head ada water jacket, ada air yang mengalir, dan di atasnya ada oli. Kalau ada yang keropos, keduanya bisa bercampur,” ujar Nyoman Jujur.

Tapi tak ada logam yang lebih baik untuk menggantikan aluminium. Ini karena aluminium ringan dan power spesifiknya lebih tinggi. Setelah berkali-kali gagal, akhirnya para peneliti menemukan metode pengecoran aluminium yang pas. Menurut Nyoman Jujur, kuncinya ternyata ada pada casting layout. ”Logam kan mengalir, terus cair, lalu memadat. Di saat
memadat itu, kami mengatur agar kondisi pemadatan tidak menghasilkan keropos,” katanya.

Ketika dites di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, mesin Rusnas itu lolos uji unjuk kinerja. Ini peng­ujian untuk mengoptimasi parameter di dalam mesin sehingga kinerjanya optimum. ”Yang kami atur di mesin itu pembakaran tergantung dari input, campuran udara dengan bahan bakar,” ujar Nyoman Jujur.

Rahasianya ada pada pengaturan lubang venturi pada diameter tertentu, sehingga bahan bakar terpakai optimum. Agar diperoleh proses paling sempurna di ruang bakar, waktu pengapian pun diatur sebelum titik mati atas. Ini karena kondisi campuran bahan bakar dan udara serta ­timing
injection emisi juga menentukan kapan waktu pengapian yang paling baik. ”Karena pembakaran sempurna, emisi gas buang pun rendah,” kata Nyoman Jujur.

Firman Atmakusuma, Akbar Tri Kurniawan, Hari Tri Wasono (Madiun)

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/04/13/ILT/mbm.20090413.ILT130011.id.html

0 komentar

Posting Komentar

Iklan

Search and download it!

Berita terkini

wibiya widget