Menapaki dunia jurnalistik nampaknya memang tak semudah membalikan telapak tangan, khususnya di negara yang multikulural seperti Indonesia ini. Karena setiap pemberitaan mengenai tindak kekerasan, pencemaran nama baik dan peperangan apalagi hal tersebut berkaitan dengan konflik yang mengandung unsur-unsur SARA tentu berpotensi menimbulkan efek ketegangan berkelanjutan bila media hanya bertindak sebagai "kompor".
Sosok pewarta bukanlah pembawa petaka kita tentu setuju dengan istilah tersebut, namun memang tak bisa dipungkiri kalo wartawan memang rentan dengan kesalahan-kesalahan informasi. Itulah sebabnya apabila wartawan meliput suatu permasalahan atau konflik ia dituntut untuk mengecek bahan berita yang ia dapatkan dan wajib untuk merecek kembali sebelum berita diturunkan agar terjadi berita yang cover both side (dua arah), bahkan all both side ketika suatu berita ia sajikan dengan lebih mendalam (deep) sehingga keakuratan dan kepahaman suatu masalah dapat dipertanggungjawabkan.