“Orang Belanda sangat perhitungan, satu peluru harganya 35 sen, Sukarno harganya tidak sampai 5 sen, berarti rugi 30 sen yang tak dapat dipertanggungjawabkan.”
(Raymond Piere Paul Westerling “de Turk”)

Kelahiran
Di kota pinggiran Pera, Istanbul, Turki sekitar 90 tahun yang lalu atau tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1919, seorang bayi lahir dari pasangan dealer barang antik Belanda bernama Paul Westerling dan Sophia Moutzou, bayi itu kemudian mereka namakan Raymond Piere Paul Westerling.
Ketika berusia 5 tahun, kedua orang tuanya meninggalkan Westerling. Anak tak bahagia itu lalu hidup di panti asuhan. Frère Adolphe seorang pengajar, yang kemudian mengajar Raymond Westerling ketika itu di Istanbul pada sekolah Prancis Katolik St Joseph. Pada saat itu dia merupakan seorang yang lembut, baik dan santun. selanjutnya Raymond berkembang tidak seperti apa yang Frère Adolphe mungkin harapkan. Ia menjadi terkenal dengan julukan Westerling si “Turki”, seorang tentara profesional yang nekat, kejam dan juga seorang Muslim yang fanatik.
Sebagai seorang lelaki ketika di panti asuhan Westerling terlihat menonjol pada hal-hal yang berbau dengan perang, sedikit banyak terlihat ketika di usianya yang belia ia mulai membaca buku-buku perang.
Kemudian diusianya yang ke 20 Si Turki itu menemukan kesempatan untuk jadi tentara ketika Perang Dunia pecah. Desember 1940, ia datang ke Konsulat Belanda di Istanbul. Westerling dengan tak banyak basa-basi sebagai seorang sipil keturunan Belanda ia pun menawarkan diri menjadi sukarelawan ke konsulat Belanda di Turki. Ia diterima. Negeri Belanda memang membutuhkan relawan pada saat itu mengingat “Kincir angin” sedang diduduki Jerman.
Tapi untuk menjadi relawan Belanda, sebelumnya ia harus bergabung dengan pasukan Australia. Bersama kesatuannya, Westerling ikut angkat senjata di Mesir dan Palestina. Dua bulan berselang ia dikirim ke Inggris dengan kapal. Di sini kesewenang-wenangannya mulai muncul. Ia menyelinap menuju Kanada, melaporkan diri ke Tangsi Ratu Juliana, di Sratford, Ontario. Di situlah kemudian ia belajar berbahasa Belanda.
Setelah yakin dengan bahasa Belandanya Westerling pun masuk dinas militer pada 26 Agustus 1941 di Kanada. Tak berselang lama pada tanggal 27 Desember 1941 dia tiba di Inggris dan bertugas di Brigade Prinses Irene di Wolferhampton, dekat Birmingham. Ketika disana Westerling terpilih masuk dalam 48 orang Belanda sebagai angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni. Melalui pelatihan yang sangat keras dan berat, mereka dipersiapkan untuk menjadi komandan pasukan Belanda di Indonesia. Seorang instruktur Inggris sendiri mengatakan pelatihan ini sebagai: “It’s hell on earth” (neraka di dunia). Pelatihan dan pelajaran yang mereka peroleh antara lain “unarmed combat”, “silent killing”, “death slide”, “how to fight and kill without firearms”, ”killing sentry” dsb.